Polrestabes Surabaya mengumumkan penangkapan perempuan berusia 24 tahun YY dan enam kaki tangannya dalam kasus perdagangan manusia, Selasa 14 Mei 2024.
Polrestabes Surabaya telah menangkap seorang perempuan berusia 24 tahun berinisial YY asal Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan, bersama enam kaki tangannya. Mereka ditangkap karena memaksa empat gadis di bawah umur melakukan prostitusi di Surabaya, Jawa Timur.
Kanit Reskrim Polrestabes Surabaya Kota Hendro Sukmono mengatakan, kasus tersebut terungkap setelah salah satu korban melapor ke polisi.
“YY berperan sebagai biang keladi dengan dibantu enam orang lainnya termasuk seorang anak di bawah umur yang bertugas sebagai administrator atau perantara mencari klien melalui berbagai aplikasi,” jelas Hendro dalam jumpa pers, Selasa.
Menurut Hendro, YY telah mengeksploitasi keempat korban berusia 15-17 tahun sebagai PSK sejak Januari 2024. Setiap harinya, mereka dipaksa melayani 10 hingga 20 klien.
YY mengoperasikan dua unit apartemen di Surabaya yang dijadikan basis operasinya. Setiap siang hari, ia menyewa seorang penata rias untuk mempersiapkan para korban, dan sore harinya, YY dan para korban akan pindah ke hotel yang telah ditentukan.
Setibanya di hotel, YY akan memesan lima kamar—empat untuk korban dan klien, dan satu sebagai kantor perantara untuk mencari lebih banyak klien melalui aplikasi.
“Setiap korban terpaksa melayani 10 hingga 20 klien per hari, dengan operasi mulai pukul 15.00 hingga 15.00. Selanjutnya mereka akan kembali ke apartemen,” kata Hendro.
YY menetapkan tarif untuk klien berkisar antara Rp 300.000 ($18,67) hingga Rp 1,3 juta, tergantung pada negosiasi yang ditangani oleh perantara. Uang tersebut sepenuhnya dikuasai oleh YY, dan para korban tidak pernah menerima pembayaran apa pun. YY mengaku para korban berhutang akomodasi dan biaya hidup sehari-hari.
Para perantara memperoleh komisi dari YY, berkisar antara Rp 75.000 hingga Rp 450.000 berdasarkan pendapatan dari setiap kegiatan prostitusi.
“Ancaman pidana perdagangan orang minimal 3 tahun hingga maksimal 15 tahun penjara. Untuk pelanggaran perlindungan anak, ancaman pidananya minimal 3 tahun hingga maksimal 10 tahun,” kata Hendro.
Keempat anak tersebut kini menjalani rehabilitasi dan konseling oleh Badan Perlindungan Perempuan dan Anak (DP3A) Provinsi Jawa Timur.