Tangkapan layar memperlihatkan Presiden terpilih Prabowo Subianto saat wawancara dengan jaringan berita Al Jazeera yang ditayangkan pada Senin, 13 Mei 2024. (JG Photo)
Jakarta. Presiden terpilih Prabowo Subianto tampak agak gelisah ketika ditanyai tentang dugaan pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan TNI di Papua dalam wawancara eksklusif dengan Al Jazeera yang ditayangkan pada Senin.
Pada satu titik dalam wawancara, Prabowo bahkan menyarankan agar pewawancaranya, jurnalis senior Jessica Washington, mengunjungi Papua sendiri untuk menilai situasi secara langsung setelah dia mengajukan pertanyaan yang dianggapnya “sepihak”.
Washington menanyakan tentang insiden baru-baru ini di mana seorang tersangka pemberontak Papua dilaporkan menjadi sasaran penyiksaan oleh tentara, dimasukkan ke dalam tong dan kemudian dinyatakan meninggal.
Prabowo menegaskan bahwa insiden tersebut telah ditangani dengan tepat, dan para prajurit yang terlibat sudah menghadapi konsekuensinya. “Saya tidak membelanya – kami telah mengambil tindakan untuk menghukum pasukan keamanan kami [yang terlibat dalam insiden tersebut],” katanya dalam wawancara yang berlangsung di kediaman pribadinya di Jakarta.
Ia kemudian menyoroti bahwa insiden-insiden seperti itu, meskipun disesalkan, hanya terjadi di negara yang luasnya kira-kira “seukuran Eropa” dengan populasi terbesar keempat di dunia, dan sedang bergulat dengan banyak masalah yang mendesak.
“Insiden-insiden tersebut tampaknya terkonsentrasi di Papua dibandingkan di seluruh negeri,” kata Washington.
“Bagaimana Anda tahu bahwa? Apakah kamu pernah ke sana? Mengapa kamu tidak pergi ke sana?” jawab Prabowo.
“Yah, sangat sulit bagi media asing untuk masuk ke Papua,” jelasnya.
“Saya tidak membela. Semua kejadian… akan kami tangani dengan serius. Tapi tahukah Anda, pertanyaan Anda agak sepihak,” balas Prabowo, suaranya meninggi.
“Kenapa tidak dibuka YouTube atau channel-channel yang namanya Gerakan Papua Merdeka ini? Di saluran mereka, Anda bisa melihat bagaimana mereka menganiaya rakyatnya sendiri,” tambah Prabowo.
Dia menyebut pemberontak Papua sebagai “teroris” yang “membakar sekolah dan membunuh warga sipil”, merujuk pada serangan mematikan yang dilakukan oleh tersangka pemberontak yang merenggut nyawa sedikitnya 31 pekerja konstruksi di Kabupaten Nduga pada 1-2 Desember 2018.
“Yang saya maksudkan adalah mereka melakukan aksi terorisme,” kata Prabowo, juga menyebutkan situasi penyanderaan yang melibatkan seorang pilot Selandia Baru yang ditahan oleh pemberontak Papua.
Prabowo tampak gelisah ketika Washington menyatakan, “Ada persepsi dari beberapa kelompok hak asasi manusia di Indonesia bahwa mungkin situasi ini memerlukan lebih sedikit militerisasi.”
“Ini adalah wilayah nasional kami. Kami tidak dipandu oleh LSM. Kita akan berpedoman pada kepentingan nasional kita,” balasnya.